M. Sufiyan Hadi |
Aliran mutajilah lahir
pada masa pemerintahan Bani Umayah. Mutajilah dari kata kerja yakni: “Za’ala,
artinya: berpisah. Mereka adalah pengikut dari Abul Husain Wahil bin ‘Atha yang
memisahkan diri dari gurunya yang bernama Hasan Basri. Masalah pertama yang
menjadikan mereka berpisah dari Hasan Basri ialah maslaah “murtakibil kabirah”
yakni memperbincangkan kedudukan orang yang melakukan dosa besar. Persoalan ini
muncul pada suatu saat seorang bernama Washil bin ‘Atha berada di majlis kuliah
gurunya bernama Hasan. Didalam kesempatan ini Washil berpendapat bahwa orang
yang melakukan dosa besar adalah yasik, yakni: suatu posisi yang berada
diantara dua keadaan: orangg itu bukan mukmin juga bukan kafir.
Salam kaitan ini
dijelasakan pula bahwa pada suatu waktu datang seorang menanyakan soal kepada
sang guru. Pertanyaan itu ialah: “bila seorang beriman meningal dunia sedangkan
ia pernah berbuat dosa besar, maka dimana ia ditempatkan oleh Allah diakhirat
nanti? Disurga atau dineraka?
Sang murid mendengar
soal itu bangkit dan menjawab manusia yang demikian ditempatkan diantara surga
dan neraka, pendapatnya ini berlainan dengan pendapat gurunya karena pendapat
ini ia mengasingkan diri dan mengadakan tempat sendiri untuk mengajarkan
pengikutnya, oleh karena pengasingan ini ia pun dinamakan “mutajilah” dan alirannya
dinamakan mutajilah.
Menurut kaum mutajilah
sumber pengetahuan yang paling utama adalah akal. Sedangkan wahyu berfungsi
mendukung kebenaran akal. Menurut mereka apabila terjadi pertentangan antara
ketetapan akal dan ketentuan wahyu maka yang diutamakan adalah “ketetapan
akal”. Adapaun ketentuan wahyu kemudian ditajwilkan sedemikian rupa supaya
sesuai dengan ketetapan akal, atas dasar inilah orang berpendapat bahwa
timbulnya aliran mutajilah merupakan lahirnya aliran rasionalisme didalam
islam.
Penganut aliran
mutajilah dijuluki “Ahlut Tauhid wal Adli”sebab aliran ini lebih menonjolkan
mengenai ke-Esaan Tuhan dan ke-Adilan Tuhan. Masalah-masalah yang menjadi
pemabahasan kaum mutajilah terdiri dari lima pokok dan lima prinsip yakni:
Tauhid (ke-Esaan Tuhan); al-Adl (ke-Adilan Tuhan); al-Wa’dul wal wa’td (janji
dan nacaman); manzilat dan antara manzilat; dan amarma’ruf nahi munkar. Ingin tahubagaimana kelanjutan bahasan itu? ikuti diskusi AMPIQU Jum'at malam di asrama PTIQ........!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar